Peneliti Temukan Molekul Hilang yang Bisa Merevolusi Pengobatan Sindrom Down

Para ilmuwan menemukan bahwa memulihkan pleiotrophin di otak dapat meningkatkan fungsi otak pada sindrom Down, menawarkan pendekatan baru yang menjanjikan untuk mengobati gangguan neurologis.

Sirkuit otak yang rusak yang terlihat pada sindrom Down mungkin disebabkan oleh tidak adanya molekul penting, menurut penelitian baru. Penemuan ini dapat membuka jalan bagi kemajuan signifikan dalam pengobatan sindrom Down dan gangguan neurologis lainnya.

Diterbitkan Dalam jurnal Cell Reports, studi tersebut mengungkapkan bahwa molekul yang dikenal sebagai pleiotrofin sangat penting bagi perkembangan dan fungsi sistem saraf. Para peneliti menemukan bahwa pemulihan pleiotrofin pada otak tikus laboratorium dewasa secara signifikan meningkatkan fungsi otak, menunjukkan potensi untuk pengobatan serupa pada manusia.

"Studi ini sangat menarik karena berfungsi sebagai bukti konsep bahwa kita dapat menargetkan astrosit, sejenis sel di otak yang terspesialisasi dalam mensekresi molekul pemodulasi sinaps, untuk mengatur ulang sirkuit otak pada usia dewasa," ujar penulis pertama Ashley N. Brandebura, yang melakukan studi ini sebagai mahasiswa pascadoktoral di Salk Institute for Biological Studies dan kini menjadi asisten profesor ilmu saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Virginia, dalam siaran pers. "Penggunaan pada manusia masih jauh dari harapan, tetapi ini memberi kita harapan bahwa molekul yang disekresikan dapat diberikan dengan terapi gen yang efektif atau mungkin infus protein untuk meningkatkan kualitas hidup pada sindrom Down."

Sindrom Down, yang memengaruhi sekitar 1 dari 640 bayi yang lahir setiap tahun di Amerika Serikat menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, disebabkan oleh kesalahan dalam pembelahan sel. Kesalahan ini dapat mengakibatkan keterlambatan perkembangan, hiperaktif, dan peningkatan risiko berbagai masalah medis, seperti cacat jantung dan masalah tiroid.

Para peneliti di Salk Institute, yang dipimpin oleh Nicola J. Allen, bertujuan untuk memahami penyebab mendasar sindrom Down dengan lebih baik. Mereka menemukan pleiotrofin sebagai kandidat yang menjanjikan dengan memeriksa protein seluler yang dimodifikasi di otak tikus laboratorium yang menjadi model kondisi tersebut. Protein ini hadir dalam kadar tinggi selama momen-momen kritis dalam perkembangan otak, memainkan peran penting dalam pembentukan sinapsis dan pengembangan pemancar saraf.

Untuk menguji apakah pengisian ulang pleiotrofin dapat meningkatkan fungsi otak, para peneliti menggunakan virus yang dimodifikasi untuk mengirimkan molekul tersebut ke sel-sel otak di tempat yang membutuhkannya. Virus rekayasa ini, yang dikenal sebagai vektor virus, memasukkan muatan bermanfaat ke dalam sel tanpa menyebabkan penyakit.

Hasilnya menjanjikan: pemberian pleiotrofin pada sel-sel otak penting, khususnya astrosit, meningkatkan jumlah sinapsis di hipokampus, meningkatkan plastisitas otak dan berpotensi memulihkan fungsi kognitif.

"Hasil ini menunjukkan bahwa kita dapat menggunakan astrosit sebagai vektor untuk mengirimkan molekul pemicu plastisitas ke otak," ujar Allen dalam siaran pers tersebut. "Hal ini suatu hari nanti dapat memungkinkan kita untuk memperbaiki koneksi yang rusak dan meningkatkan kinerja otak."

Meskipun temuan ini memberikan harapan, para peneliti mengingatkan bahwa pleiotrofin kemungkinan bukan satu-satunya faktor yang berkontribusi terhadap masalah sirkuit otak pada sindrom Down. Penelitian yang lebih komprehensif diperlukan untuk memahami sepenuhnya kompleksitas kondisi ini.

Penggunaan astrosit yang berhasil untuk mengantarkan molekul sinaptogenik juga dapat memiliki aplikasi yang lebih luas, berpotensi memberi manfaat bagi perawatan berbagai gangguan neurologis.

"Gagasan bahwa astrosit dapat mengirimkan molekul untuk menginduksi plastisitas otak memiliki implikasi bagi banyak gangguan neurologis, termasuk gangguan perkembangan saraf lainnya seperti sindrom Fragile X, tetapi mungkin juga bagi gangguan neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimer," tambah Brandebura. "Jika kita dapat menemukan cara untuk 'memprogram ulang' astrosit yang terganggu untuk mengirimkan molekul sinaptogenik, kita dapat memberikan dampak yang sangat bermanfaat pada berbagai kondisi penyakit."

Sumber: Sistem Kesehatan Universitas Virginia