Sebuah studi baru mengungkap bagaimana tidur NREM menyinkronkan aktivitas otak, meningkatkan kinerja kognitif. Penemuan ini dapat menghasilkan perawatan baru untuk gangguan tidur dan metode untuk meningkatkan kekuatan otak.
Para peneliti dari Rice University, Houston Methodist's Center for Neural Systems Restoration, dan Weill Cornell Medical College telah mengungkap penemuan inovatif tentang bagaimana tidur dengan gerakan mata non-cepat (NREM) meningkatkan fungsi kognitif. Studi ini, diterbitkan dalam jurnal Science, menyoroti peran penting tidur NREM dalam sinkronisasi otak dan pengkodean informasi.
“Studi kami tidak hanya memperdalam pemahaman mekanistik kita tentang peran tidur dalam fungsi kognitif, tetapi juga membuka jalan baru dengan menunjukkan bahwa pola stimulasi otak tertentu dapat menggantikan beberapa manfaat tidur.” kata rekan penulis Valentin Dragoi, seorang profesor teknik listrik dan komputer di Rice, Rosemary and Daniel J. Harrison III Presidential Distinguished Chair in Neuroprosthetics di Houston Methodist dan profesor ilmu saraf di Weill Cornell, dalam sebuah pernyataan rilis berita.
Penelitian ini menunjukkan bagaimana tidur NREM, yang umumnya dialami selama tidur ringan atau tidur siang, meningkatkan kinerja saraf dan perilaku. Pemahaman baru ini dapat merevolusi pendekatan kita untuk mengobati gangguan tidur dan meningkatkan fungsi kognitif.
Tim tersebut menggunakan rangkaian multielektroda canggih untuk memantau aktivitas saraf kera yang terlibat dalam tugas diskriminasi visual. Temuan mereka menunjukkan peningkatan signifikan dalam kinerja tugas pasca-tidur NREM, dengan hewan lebih akurat dalam membedakan gambar yang diputar.
"Selama tidur, kami mengamati peningkatan aktivitas gelombang delta frekuensi rendah dan aktivasi tersinkronisasi di antara neuron di berbagai wilayah kortikal," kata penulis pertama Natasha Kharas, mantan peneliti di lab Dragoi dan sekarang menjadi residen bedah saraf di Weill Cornell, dalam rilis berita tersebut. "Namun, setelah tidur, aktivitas neuron menjadi lebih tidak sinkron dibandingkan sebelum tidur, yang memungkinkan neuron untuk bekerja lebih mandiri. Pergeseran ini menghasilkan peningkatan akurasi dalam pemrosesan informasi dan kinerja dalam tugas visual."
Selain itu, penelitian ini mengungkap bahwa simulasi buatan terhadap efek saraf tidur menggunakan stimulasi listrik frekuensi rendah pada korteks visual juga meningkatkan kinerja tugas. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat kognitif dari tidur dapat direplikasi tanpa tidur yang sebenarnya.
"Temuan ini penting karena menunjukkan bahwa beberapa efek tidur yang memulihkan dan meningkatkan performa dapat dicapai tanpa perlu tidur yang sebenarnya," Dragoi menambahkan. "Kemampuan untuk mereproduksi desinkronisasi saraf seperti saat tidur dalam keadaan terjaga membuka kemungkinan baru untuk meningkatkan performa kognitif dan persepsi dalam situasi di mana tidur tidak memungkinkan — seperti bagi individu dengan gangguan tidur atau dalam situasi yang memberatkan seperti penjelajahan luar angkasa."
Penelitian ini lebih jauh mengeksplorasi fenomena tersebut melalui model jaringan saraf, yang menunjukkan melemahnya koneksi otak yang bersifat merangsang dan menghambat selama tidur. Pelemahan asimetris ini meningkatkan rangsangan saraf, sehingga mengoptimalkan fungsi otak.
“Kami telah menemukan solusi mengejutkan yang digunakan otak setelah tidur, di mana populasi saraf yang berpartisipasi dalam tugas tersebut mengurangi tingkat sinkronisasi mereka setelah tidur meskipun menerima masukan sinkronisasi selama tidur itu sendiri,” tambah Drago.
Pada akhirnya, penelitian ini tidak hanya menjelaskan mekanisme tidur NREM tetapi juga membuka jalan bagi terapi stimulasi otak inovatif yang dapat meningkatkan kinerja kognitif secara independen dari tidur.
Penelitian ini menandai langkah maju yang signifikan dalam ilmu saraf, yang menjanjikan aplikasi masa depan baik dalam lingkungan medis maupun lingkungan bertekanan tinggi seperti eksplorasi ruang angkasa.